Seni Grafis – Pengertian, Sejarah, Jenis & Tekniknya


Daftar Isi

Pengertian Seni Grafis

Seni grafis adalah seni dua dimensi yang diciptakan melalui teknik cetak. Misalnya: cetak sablon (silkscreen), cetak tinggi (seperti stempel), cetak datar (lithography), dsb. Esensi seni grafis adalah membuat cetakan yang dapat digunakan untuk mentransfer gambar dari cetakan ke media karya (misalnya: kertas).

contoh cetakan seni grafis (teknik cetak tinggi) dan hasil karyanya
Contoh cetakan seni grafis (teknik cetak tinggi) dan hasil karyanya

Secara etimologi grafis berasal dari bahasa Yunani, yaitu “graphein” yang berarti menulis atau menggambar (Susanto, 2002: 47). Grafis dalam bahasa inggris adalah graph atau graphic yang berarti membuat tulisan, lukisan dengan cara ditoreh atau digores.
Kata “grafis” mungkin terdengar seperti istilah “gambar” pada “desain grafis”, namun “grafis” yang dimaksud disini adalah seni mencetak manual tanpa mesin cetak. Meskipun mesin cetak adalah teknologi yang lebih canggih saat ini, cetak grafis manual masih terus digunakan.
Alasannya bisa jadi murni karena pilihan estetis seorang seniman dalam memilih teknik dan media. Bisa juga karena metode cetak grafis manual memang lebih efisien dibandingkan dengan mesin cetak, mengingat mesin cetak hanya efektif digunakan dalam produksi skala besar kelas industri.

Sejarah Seni Grafis

Terdapat dua pendapat mengenai berawalnya seni ini di dunia. Pertama
, merunut pada penemuan seni cetak grafis tertua yang ditemukan di timur dunia, tepatnya negeri Tiongkok. Di negara tersebut seni grafis digunakan untuk menggandakan tulisan-tulisan yang beraroma relijius.
Naskah-naskah keagamaan tersebut ditatah atau diukir di atas bidang kayu, kemudian di cetak di atas kertas. Cina telah menemukan kertas dan memproduksinya secara massal sejak tahun 105 di bawah kekuasaan Dinasti Yi. Penemuan kertas adalah kunci dari pesatnya perkembangan seni ini.
Karya-karya seni grafis dengan media cukilan kayu juga banyak ditemukan di negara-negara timur lain seperti Jepang dan Korea. Bangsa romawi juga telah mengenal teknik ini yang digunakan untuk menghias jubah-jubah dengan cetak stempel, namun perkembangannya terhitung stagnan.
Teknik cetak grafis kurang berkembang di Barat karena bangsa Eropa pada masa itu belum mengenal kertas. Teknik grafis baru berkembang di Eropa pada abad ke-13, dengan ditemukannya mesin cetak oleh Guttenberg dan didirikannya pabrik kertas pertama di Italia.
Pendapat Kedua, Seni grafis telah muncul dari sejak zaman purba dengan ditemukannya cap tangan di gua-gua prasejarah, termasuk di Sulawesi. Meskipun belum menggunakan teknik cetak muktahir, namun esensi seni grafis tetap ada, yaitu mentransfer gambar dari cetakan yang berupa tangan.

Perkembangan Seni Grafis di Indonesia

Seni grafis di Indonesia awalnya merupakan media alternatif selain melukis dan mematung bagi para seniman murni. Seni grafis baru muncul di Indonesia pada tahun 1950-an. Kemudian teknik cetak grafis juga mulai banyak digunakan dalam seni terapan untuk membuat poster-poster perjuangan.
Tokoh penting seni grafis dari Indonesia adalah  Suromo dan Abdul Salam dari Yogyakarta. Kemudian ada juga Baharudin Marasutan dari Jakarta dan Mochtar Apin dari Bandung.

Jenis-Jenis Seni Grafis

Cetak Tinggi (Relief)

Cetak tinggi adalah kegiatan perbanyakan gambar melalui alat cetak yang terdiri dari dua bagian, yaitu: 1. Bagian menonjol (seperti relief), area yang akan mencetak gambar dan disebut bagian acuan/plat, 2. Bagian  non-image, yaitu area lebih rendah yang sengaja dicukil agar tidak menerima tinta/cat.
Cetak tinggi menurut Rokhmat (1997:40) adalah teknik cetak dengan klise yang permukaanya tinggi rendah, bagian permukaan yang tinggi adalah tempat melekatnya pigmen warna yang merupakan penghasil gambar.
Intinya cetak tinggi membuat cetakan seperti stempel, yaitu membuat relief dengan cara mencukil bahan (biasanya kayu atau karet) agar dapat mencetak gambar yang diinginkan. Karena dulunya bahan yang sering digunakan adalah kayu, terkadang teknik ini juga disebut dengan cetak woodcut.
Sekarang bahan karet (lino) menjadi alternatif yang populer juga karena bahannya yang lunak, sehingga relatif lebih mudah untuk dicukil.

Cetak Datar (Litografi)

Cetak datar melibatkan proses kimia yang akan membuat sebagian permukaan datar dapat menolak tinta. Litografi adalah teknik yang digunakan untuk melakukan teknik ini.
Litografi adalah teknik yang ditemukan oleh Alois Senefelder pada tahun 1798. Teknik ini didasarkan pada tolakan kimia minyak terhadap air. Teknik ini menggunakan batu litograf (limestone) sebagai media gambar yang ingin dicetak menggunakan tinta/alat gambar berbasis minyak.
Setelah gambar yang ingin dicetak selesai digambar diatas batu litograf, batu tersebut akan dilapisi oleh beberapa cairan kimia seperti Gum Arabic, Asam nitrat atau Asam Fosfat, sehingga terjadi reaksi kimia yang akan membuat area yang di telah digambar menerima tinta litograf.
Setelah proses kimia batu terjadi maka tinta litograf dapat disapukan pada permukaan batu. Tinta hanya akan melekat pada partikel tinta berminyak yang telah digambar dan ditolak dibagian lain. Kemudian kertas ditekan oleh alat press
pada batu litograf dan akan mentransfer gambar ke kertas.

Cetak Dalam

Cetak dalam adalah kebalikan dari cetak tinggi, dimana pada teknik ini justru bagian yang lebih rendah yang akan menghasilkan gambar. Lalu bagaimana caranya bagian permukaan yang dalam dapat mencetak gambar?
Pertama, Cetak dalam dibuat dengan menggunakna bahan cetak dari aluminium atau kuningan yang permukaannya ditoreh hingga menghasilkan goresan dalam.
Kemudian inta akan dibalurkan pada seluruh permukaan cetakan yang telah ditoreh dalam, kemudian biasanya permukaan akan lap dan hanya menyisakan tinta yang berada dibagian dalam permukaan. Setelah itu kertas yang sedikit dibasahi akan di press atau ditempelkan ke permukaan cetakan,  kemudian tinta akan berpindah pada kertas.
Jenis-jenis cetak dalam antara lain: etsa, mezzo tint, drypoint, dsb.

Cetak Tembus / Saring (Teknik Sablon)

Silkscreen atau kain berpori yang sangat halus akan digunakan sebagai media cetak. Silkscreen dilapisi oleh pelapis kimia sablon yang akan menutupi pori-porinya. Setelah itu transfer paper yang memuat gambar yang ingin dicetak akan ditaruh diatas screen, untuk kemudian disoroti lampu pijar yang cukup panas.
Setelah disoroti selama 10-15 menit maka desain gambar yang ditaruh diatas silkscreen akan menempel pada lapisan emulsi sablon di silkscreen. Bagian tersebut kemudian di spray menggunakan air dan membuat bagian emulsi sablon yang ditempeli desain gambar mengelupas, membuka kembali pori yang tertutup oleh emulsi sablon.
Setelah proses diatas, cetakan siap digunakan dengan cara mengaplikasikan cat sablon diatas cetakan yang ditaruh diatas media cetak (kertas/papan/kaos) menggunakan rakel (alat perata cat sablon).

Penutup

Hingga saat ini, teknik cetak sablon masih menjadi teknologi yang paling efektif dan efisien dalam memproduksi kebutuhan t-shirt atau kaos, meskipun mesin cetak yang lebih canggih lainnya tersedia. Mengapa? efisiensi biaya dan kualitas yang dihasilkan masih sulit ditandingi bahkan oleh printer terbaru sekalipun.
Dalam aplikasi seni murni juga, desain grafis terbukti mampu bersaing. Andy Warhol adalah salah satu seniman yang menggunakan teknik cetak sablon dalam aplikasinya terhadap karya seni murni. Ombak Hokusai juga masih terus menggelombang di dunia. Bahkan hari inipun masih banyak pula seniman murni lainnya yang masih menggunakan seni grafis sebagai senjata andalannya.
Sehingga rasanya sulit untuk mengabaikan salah satu jenis seni rupa dua dimensi ini dengan berbagai fenomena yang telah disebutkan diatas. Seni Grafis juga sekarang menjadi salah satu kategori favorit di etsy.com yang merupakan platform untuk menjual seni kriya eksklusif dalam jumlah produksi terbatas.

Referensi

  1. Sastra, M.Oscar. (2007). Modul Pembelajaran Seni Grafis I. Bandung: FPSD UPI Bandung.
  2. Rokhmat, Nur. (1997). Cetak Tinggi: Cukil Kayu Sebagai Corak dalam Seni Grafis, dalam Jurnal Media no.1 Th.XX. Semarang : FPBS IKIP Semarang.
  3. Susanto, Mikke. (2002). Diksi rupa: kumpulan istilah seni rupa. Yogyakarta: Kanisius.

Komentar